4Life Transfer Factor

http://app.talkfusion.com/fusion2/player5/tfshare.asp?HGGEID-GEDIHGI-647r-647r

Kamis, 31 Maret 2011

Ramuan Rahasia Cina untuk Obati Gula Darah

Penyakit "Gula Darah" yang akrab disebut Diabetes telah sekian lama menjadi momok yang cukup menakutkan, karena perjalanan penyakit ini lambat namun pasti menyebabkan kerusakan satu demi satu organ tubuh kita tanpa kita sadari, sampai berakhir dengan kematian (yang cukup menyedihkan dengan luka yang tidak kunjung sembuh dan gagal ginjal yang menyebabkan tubuh bengkak-bengkak). Gejalanya biasanya berupa rasa cepat lelah meskipun sudah banyak istirahat, sering buang air kecil, rasa haus dan lapar yang berlebihan atau bahkan tidak ada gejala samasekali sampai timbul komplikasi-komplikasi seperti luka yang tidak sembuh dan berbau khas (Ganggrene), gagal jantung, gagal ginjal, dan segala macam infeksi dari ringan hingga berat. Pada kesempatan kali ini saya rindu ingin membagikan pengalaman yang berharga dari saudara-saudara kita yang pernah melakukan pengobatan alternatif dari dunia timur (Cina) untuk menyembuhkan penyakit ini. Ramuan ini sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi kita baru menyadarinya saat ini bahwa apapun yang ada di sekitar kita mungkin merupakan jawaban atas persoalan yang kita hadapi.
Tahukah anda dengan binatang yang hidupnya di tanah yang berpasir yang bentuknya seperti kutu busuk dan jalannya mundur? Ya ..benar dialah undur-undur atau dikenal dengan istilah resmi Myrmeleon sp. Undur-undur ini ternyata memiliki khasiat yang sangat ampuh dalam menurunkan kadar gula darah hanya dalam hitungan jam. Biasanya mengkonsumsi undur-undur sebanyak 3 - 5 ekor sehari dapat menurunkan gula darah antara 100 - 200 mg/dl. Cukup hebat bukan? Saat ini pemanfaatan undur-undur sebagai pengobatan untuk menurunkan gula darah semakin dikenal masyarakat luas karena selain di Indonesia merupakan habitat undur-undur yang cukup subur juga dapat mengurangi biaya pengobatan yang sangat besar bagi pasien penderita Diabetes ini.
Bagaimana cara memakannya ?
Cara mengkonsumsi undur-undur sangat sederhana sekali. Kita tidak perlu mengolahnya terlalu lama dan rumit hanya dengan mencucinya terlebih dahulu dan langsung saja mengkonsumsinya dengan pisang hijau atau tanpa menggunakan pisang. Dapat juga dengan dimasukkan beberapa ekor ke dalam cangkang kapsul sebelum kita menelan kapsulnya. Obat Cina yang berisi undur-undur ini dahulu dijual di pasaran dengan harga perkapsul Rp 250.000,- dan minimal harus mengkonsumsi 2 buah.
Nah, tunggu apa lagi?.. ayo kita lestarikan undur-undur untuk kesehatan kita bersama dan jangan lupa untuk menjaga agar undur-undur tidak punah karena terlalu banyak dikonsumsi tapi sedikit yang mau membudidayakannya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.
Salam Sehat Selalu
Bobby.M,dr

Resep Rahasia Mengencangkan Payudara supaya Montok

tips mengencangkan dan me montokkan payudara wanita, kumpulan tips
Memiliki payudara yang besar dan montok idaman sebagian para wanita dan juga sangat disenangi lelaki. Untuk itu terkadang wanita sangat ingin memiliki bentuk payudara yang bagus dan montok itu, sehingga terkadang melakukan berbagai pengobatan-pengobatan, baik secara kedokteran maupun secara tradisional. Sebenarnya tubuh manusia telah tercipta semenjak iya lahir dan itu sebuah anugrah yang tak terhingga walau bagaimana bentuknya , tak perlulah mengubah-ngubahnya , cukup lakukan perawatan sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap pemberian Yang Maha Kuasa itu.
Namun jika memang mau mencoba merawat payudara itu agar kencang , montok bisa dilakukan dengan meminum ramuan tradisional rahasia nenek moyang kita yang tidak berbahaya bagi diri wanita , ramuannya yaitu :
Ambillah segelas susu encer atau susu sapi murni. Sediakan sepotong jahe berukuran sebesar ibu jari saja. Kemudian bakar jahe tadi didalam oven sampai hangus. Kemudian jahe itu dikepak atau dipukuli sampai menjadi gepeng, terus jahe itu dimasukkan didalam segelas susu tadi , diamkan selama 1 jam, kemudian baru diminum.
Dengan hanya meminum air susu dicampur jahe tersebut setiap malam hari, niscahaya payudara anda bisa kencang dan montok dan tubuh juga bisa sehat.
Selamat mencoba
Bobby.M, dr

Selasa, 29 Maret 2011

5 Cara Melatih Agar Anak Lebih Mudah Berkonsentrasi

melatih konsentrasi
Berkonsentrasi bagi sebagian anak adalah hal yang sangat sulit dilakukan.Sebagai orangtua, sebaiknya jangan langsung memarahi jika anak mengalami kesulitan dalam hal konsentrasi. Coba bantu buah hati dengan lima cara berikut.
1. Batasi penggunaan teknologi


Ponsel, televisi, internet adalah teknologi yang sangat mudah memecah konsentrasi anak.
2. Buat suasana nyaman


Buatlah suasana sekitar menjadi nyaman bagi si buah hati agar anak menjadi mudah fokus dan berkonsentrasi.
3. Ciptakan ketenangan


Sulit untuk anak-anak fokus jika suasana rumah sangat berisik. Jadi sebaiknya Anda juga menciptakan suasana tenang dalam rumah
4. Atur jadwal


Bantu mereka dengan membuatkannya jadwal sehingga mereka bisa fokus selama 40-50 menit dan kemudian istirahat
5. Ajarkan untuk membuat target yang realistis


Sangat penting mengajarkan anak menentukan target.Sebaiknya, bantu buah hati untuk melihat bahwa setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Artikel 5 Cara Melatih Agar Anak Lebih Mudah Berkonsentrasi ini dipersembahkan oleh TDWClub.com.

3 Macam Sayuran untuk Mengurangi dan Mencegah Jerawat

timun
Beberapa makanan yang kita konsumsi, sebagian merupakan sayuran yang dapat membantu pencernaan dalam tubuh kita. Untuk itu, sangat baik bila kita mengonsumsi sayur-sayuran tersebut. Tetapi kita juga harus menyeimbangkannya dengan zat-zat lain yang terkandung dalam makanan lain yang kita konsumsi juga. Terlebih lagi mengenai tentang kesehatan dan kecantikan bagi para wanita.
Sebagian wanita juga memanfaatkan dan mengonsumsi sayur-sayuran untuk menjaga kesehatannya tersebut. Sayuran juga tidak hanya kaya akan serat yang melancarkan saluran pencernaan. Ada beberapa jenis sayuran yang dipercaya mampu membasmi jerawat yang ada di wajah. Sayuran-sayuran ini bisa dijadikan bahan utama untuk membuat masker alami dan menjalani perawatan yang alami juga.
Berikut ini merupakan jenis sayuran dan cara membuat maskernya. Dan sebaiknya digunakan secara rutin minimal seminggu sekali, agar wajah Anda bisa terbebas dari jerawat.
- Wortel


Wortel kaya akan kandungan vitamin A yang tidak hanya baik untuk mata tapi juga kulit. Masker wortel bisa meredakan peradangan pada jerawat sekaligus menghilangkannya.
Untuk membuatnya, siapkan 2-3 buah wortel dan 3-4 sendok teh madu. Rebus wortel hingga matang, angkat, tunggu sampai dingin. Lalu hancurkan menggunakan garpu hingga halus. Tuangkan madu perlahan-lahan sambil diaduk hingga membentuk seperti pasta. Tempelkan masker ke seluruh wajah, diamkan lebih kurang 15-20 menit, kemudian bilas dengan air hangat.
- Labu Kuning


Labu kuning kaya akan anti oksidan yang sempurna untuk menyembuhkan jerawat serta membersihkan kotoran dan sisa-sisa dari permukaan kulit dan pori pada wajah. Untuk membuat ramuan pembasmi jerawat, campurkan 4-5 sendok makan labu kuning yang sudah dihaluskan bersama putih telur. Anda bisa menambahkan sedikit susu segar jika masker terasa terlalu kental. Setelah mendapatkan tekstur yang diinginkan, gunakan masker ke seluruh wajah, biarkan 15-20 menit, kemudian bilas dengan air dingin.
- Ketimun


Ketimun punya efek menenangkan pada kulit sekaligus melindunginya dari masalah kulit, terutama jerawat. Blender 1/2 potong ketimun bersama 1 butir putih telur dan 1 sendok makan jus lemon. Setelah teksturnya halus, oleskan secara merata pada wajah yang telah dibersihkan. Kemudian diamkan selama 15-20 menit, bilas dengan air hangat.
Dengan cara alami seperti ini memungkinkan secara alami juga kita mendapatkan hasil wajah yang sehat.

Orang lain mencari artikel ini dengan keyword :

macam macam sayuran (1)
Artikel 3 Macam Sayuran Untuk Mengurangi dan Mencegah Jerawat ini dipersembahkan oleh TDWClub.com.

Empat Cara Mengencangkan Kulit

4 Cara Mengencangkan Kulit


Ketika kita masih muda, kulit kita tampak kencang dan indah, anda merasa bangga dengan kulit kencang dan indah yang anda miliki. seiring bertambah usia wajah anda mulai berubah, mulai muncul garis-garis halus disekitar mata dan didekat bibir. Ketika masih belum terlalu terlihat hal itu menjadi tidak terlalu bermasalah, tapi bila kita tidak menanganinya mungkin saja sebelum waktu nya kulit anda sudah mengendur dan kerutan dimana-mana. Coba lah 4 cara mengencangkan kulit dibawah ini :
1.Supaya kulit terlihat lebih kencang anda bisa menggunakan masker dari telur. Caranya bersihkan wajah kemudian ambil putih telur. Setelah itu gunakan putih telur tersebut untuk maskeran. Tunggu sampai kering dan kaku lalu bersihkan dengan menggunakan air hangat. Hal ini juga bisa bermanfaat untuk mengangkat kotoran yang ada di wajah.
2.Lakukan Senam Wajah seperti di bawah ini :


Latihan 1:


Buka mulut selebar mungkin. Lebarkan mata, tatap ke depan. Balik ke posisi normal. Lakukan 5x.


Ulangi 5x lagi sambil gerakin kepala ke kiri ‘n kanan.
Latihan 2:


Tekan dahi didekat garis rambut dengan jari-jari. Usap dengan gerakan ke belakang. Khasiat: menyamarkan keriput di dahi.
Latihan 3:


Buka lebar mulut. Turunkan kepala ke belakang. Lalu, buka dan tutup mulut seperti mengunyah.


Lakukan 10x.
Latihan 4:


Duduk di depan cermin. Wajah menatap lurus ke cermin. Tekan gigi atas dan bawah. Lebarkan bibir.


Tahan sampai 10 hitungan. Kembali ke posisi normal. Ulangi 10x.
3. Untuk kulit kering, pergunakanlah masker campuran air kelapa hijau, susu murni segar, putih telur dan satu sendok madu
4. Untuk kulit yang berminyak, pergunakanlah masker dari bengkuang yg dicampur dengan jeruk, nipis, air tawar dan air ketimun
Kulit sehat dan kencang pasti sudah anda idamkan, jangan lama lagi, laksanakan 4 cara mengencangkan kulit ini dan semoga berhasil.

Orang lain mencari artikel ini dengan keyword :

cara mengencangkan kulit (37), cara untuk mengencangkan wajah (16), mengencangkan kulit (10), cara mengencangkan wajah (9), cara mengencangkan kulit wajah (8), cara mengencangkan mata (4), mengencangkan kulit setelah diet (4), masker untuk mengencangkan kulit wajah (4), mengencangkan mata (3), mengencangkan wajah dengan jeruk nipis (3)
Artikel 4 Cara Mengencangkan Kulit ini dipersembahkan oleh TDWClub.com.

Minggu, 27 Maret 2011

Mengenal Manfaat Mengkudu untuk Kanker

    Pernahkah anda meminum jamu kudu laos yang dijajakan ibu-ibu penjual jamu gendong?  Rasanya segar, sedikit pedas-semriwing, dengan aroma khas mengkudu.  Konon khasiatnya adalah memperlancar sirkulasi darah, menghangatkan badan, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah vitalitas, memperbaiki pencernaan, menghilangkan pegel-linu dan masuk angin.       Jamu berbahan dasar buah mengkudu, laos, asam Jawa, dan gula (kadang ditambah merica, bawang putih, kedawung, jahe, kecur, dll) ini secara diminum turun-temurun sejak jaman nenek-moyang, menunjukkan bahwa sebagai obat mengkudu telah memiliki sejarah panjang.       Secara tradisional seluruh bagian tanaman mengkudu dapat dimanfaatkan sebagai obat.  Akarnya untuk mengobati kejang-kejang dan tetanus, menormalkan tekanan darah, obat demam, dan tonikum.  Kulit batang digunakan sebagai obat malaria, tonikum, antiseptik pada luka, atau mengempiskan pembengkakan kulit.  Daunnya digunakan sebagai obat disentri, kejang usus, pusing, muntah-muntah, dan demam.  Sedangkan buahnya untuk peluruh air kencing, urus-urus, pelembut kulit, kejang-kejang, bengek, gangguan pernapasan, dan radang selaput sendi.       Jaman dahulu daun, akar, dan batang mengkudu memang lebih banyak dimanfaatkan.  Namun akhir-akhir ini penggunaanya sebagai obat lebih bergeser ke buahnya.  Misalnya untuk mengatasi hipertensi buah mengkudu masak diambil airnya, dicampur madu, kemudian diminum setiap pagi sebelum sarapan.  Untuk mengatasi penyakit kuning dua buah mengkudu diambil airnya, dicampur gula batu, kemudian diminum (dilakukan seminggu dua kali sampai sembuh).  Untuk batuk dan gatal di tenggorokan, buah mengkudu masak dimakan bersama garam.  Untuk meredakan demam satu buah mengkudu direbus bersama 2 cm lengkuas dalam dua gelas air sampai tinggal separonya.  Airnya diminum pagi dan malam.  Sementara buah mengkudu matang kalau digosok-gosokkan dapat mengubah kulit bersisik dan tumit pecah-pecah jadi mulus kembali.       Masih banyak lagi manfaat mengkudu ( Morinda citrifolia ) yang juga disebut pace (Jawa), cengkudu (Sunda), kodhuk (Madura), wengkudu (Bali).  Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang kemudian menyebar hingga ke Polynesia (Hawaii).  Di Polynesia inilah mengkudu yang di sana disebut noni dikembangbiakkan dan dimanfaatkan lebih intensif.       KANDUNGAN MENGKUDU       Buah dan daun mengkudu merupakan bahan pangan dengan kandungan gizi lengkap.  Selain berbagai vitamin, protein, dan mineral, mengkudu juga mengandung xeronine, proxeronine, steroid alami, alizarin, lysin, sodium, asam kaprat, asam kaprilat, asam kaproat, arginine, antraquinone, trace elements, fenilalanin, selenium, magnesium, dan lain-lain.       Di antara zat-zat gizi tersebut terdapat zat antibakteri yang dapat membunuh Pseudomonas aeruginosa, Protens morganii, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis , dan Escherichia coli (penyebab diare), Salmonella montivideo, S.  scotmuelleri, S.  typhii (penyebab tifus), dan Shigella dysenteriae, S.  flexnerii, S.  pradysenteriae , serta Staphylococcus aureus .       Senyawa scopoletin yang banyak terdapat pada mengkudu selain bersifat antibakteri, antiradang dan antialergi, juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh (imunomodulator).       MENGKUDU SEBAGAI OBAT KANKER       Penggunaan mengkudu untuk pengobatan kanker akhir-akhir ini semakin populer dengan semakin banyaknya penelitian mengenai manfaat mengkudu untuk kanker.       Tim peneliti Universitas Hawai yang dipimpin Annie Hirazumi mendapati bahwa jus mengkudu meningkatkan kerja sistem kekebalan tubuh (terutama sel makrofag dan limfosit) tikus putih yang diinduksi dengan sel kanker paru Lewis, sehingga mampu bertahan hidup 50 hari lebih.  Padahal tikus yang tidak diberi mengkudu hanya mampu bertahan hidup antara 9-12 hari saja.  Annie juga meneliti bahwa jus mengkudu bermanfaat untuk mengatasi sarcoma.       Tim peneliti Universitas Negeri Lousiana, AS, yang dipimpin Conrad A.  Hornick, Ph.D menemukan bahwa jus mengkudu dalam kadar 10% dapat menghentikan pembentukan pembuluh darah (anti angiogenesis) pada sel kanker payudara dan merusak pembuluh darah kanker yang sudah ada, sehingga sel-sel kanker mati.       Sedang Maria Gabriela Manuele dan kawan-kawan berhasil membuktikan bahwa scopoletin dapat mengaktifkan limfosit sekaligus membasmi sel kanker limfoma.        Tak mau kalah dengan kolega-koleganya, Dr.  Rangadhar Satapathy, MD menyatakan bahwa tanaman mengkudu memiliki 150 neutraceutical (zat gizi berkhasiat obat), lima di antaranya merupakan zat antikanker:    (1)    Polisakarida yang banyak terdapat pada mengkudu mencegah menempelnya sel yang rusak/bermutasi ke sel lain, sehingga dapat mencegah terjadinya metastase.    (2) Damnacanthal, sejenis anthraquinon, menghambat pertumbuhan sel ganas.  Alizarin, anthraquinon lain, menghentikan aliran darah ke jaringan tumor, sehingga menghentikan perkembangannya.    (3) Epigollocatechin gallate (EGCg).  Antioksidan golongan flavonoid polifenol yang banyak terdapat dalam mengkudu ini mencegah mutasi sel dan menginduksi apoptosis (bunuh diri) pada sel-sel abnormal.    (4) Terpenoid dalam mengkudu mencegah pembelahan sel ganas dan juga menginduksi apoptosis.  Salah satu terpenoidnya, limonen, terbukti efektif untuk mengatasi kanker payudara, kanker liver, kanker paru, dan juga leukemia.  Terpenoid yang lain, betakaroten, membantu merangsang kelenjar thymus untuk memproduksi lebih banyak sel Limfosit T yang dapat langsung menghancurkan sel kanker.  Sedang asam ursolat yang juga golongan triterpenoid dapat mencegah pertumbuhan sel abnormal (kanker) sekaligus menyuruh sel abnormal yang sudah ada untuk bunuh diri (apoptosis).    (5) Menurut hasil penelitian Dr.  Heinicke, proxeronine sangat banyak terdapat dalam mengkudu.  Di dalam usus proxeronine diubah menjadi xeronine.  Xeronine yang juga diproduksi tubuh dalam jumlah terbatas ini dibutuhkan untuk mengaktifkan protein sel sebelum digunakan dalam seluruh proses kimiawi tubuh.  Xeronine juga memperbaiki struktur dan menormalkan fungsi sel-sel tubuh yang rusak.  Karena pada dasarnya setiap sel mengandung protein, maka kecukupan xeronine dapat memperbaiki segala jenis sel yang tidak normal.  Dari sini diperoleh penjelasan, mengapa efek xeronine berbeda pada tiap orang, namun umumnya menunjukkan perbaikan kondisi sesuai penyakit masing-masing.       Namun di balik manfaat mengkudu yang begitu mengesankan ada satu hal yang sering menjadi kendala dalam mengkonsumsi mengkudu, yaitu aromanya tidak enak.  Aroma khas ini cukup menyengat, disebabkan oleh asam kaproat dan asam kaprat yang banyak terdapat pada buah mengkudu matang.  Cara yang digunakan untuk mengurangi aroma ini adalah dengan mencampurkan madu atau gula merah ke dalam jus mengkudu, kemudian disimpan dalam gelas atau botol kaca selama 2-4 hari.       Dalam proses fermentasi ini asam kaproat dan asam kaprat akan terurai sehingga baunya berkurang, sayangnya belum diperoleh kejelasan apakah proses fermentasi ini mempengaruhi khasiatnya atau tidak.  

Harapan Cerah Lawan Leukimia


Yokohama, Kanker darah atau leukemia merupakan salah satu penyakit kanker yang banyak diderita. Kini peneliti di Jepang telah berhasil mengidentifikasi 25 titik berbeda dari sel leukemia yang masing-masing dapat dikembangkan untuk menciptakan obat baru.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Science Translational Medicine, para ilmuwan berhasil menemukan 25 peregangan DNA berbeda yang aktif dalam sel leukemia. Setiap perbedaan ini memiliki potensi untuk menjadi target obat baru.

"Jika kita mengembangkan obat untuk melawan molekul-molekul ini, maka kita memiliki kemungkinan yang cukup baik untuk menghilangkan sel-sel induk leukemia yang tidak dapat dibunuh oleh obat kanker konvensional," ujar Ishikawa Fumihiko dari pusat penelitian alergi dan imunologi RIKEN di Yokohama, Jepang, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (5/2/2010).

Ishikawa dan rekan membandingkan sel-sel leukemia induk dari 61 pasien dengan sel induk darah normal orang dewasa yang sehat. Sel induk leukemia adalah sel-sel kanker yang melahirkan sel tumor baru untuk membantu menyebarkan ke suluruh tubuh.

"Berbagai obat kanker yang ada saat ini dapat membantu pasien leukimia untuk sembuh. Tapi masalah yang paling serius adalah pada pasien AML (leukemia myeloid akut) yang banyak mengalami kekambuhan dan memiliki kemungkinan besar untuk meninggal," ujar Ishikawa.

Peneliti di Jepang telah berhasil mengidentifikasi sel induk yang bisa menyebabkan kekambuhan, hal ini sangat penting untuk pasien AML. Penyakit ini menyebabkan pertumbuhan sel darah putih yang abnormal dan cepat sehingga tidak bisa melawan infeksi. Selain itu pasien kehilangan sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen, yang membuat pasien menjadi cepat lelah dan sesak napas.

Meskipun rata-rata pasien AML yang masih muda dan dideteksi lebih dini dapat disembuhkan, tapi kelangsungan hidupnya secara keseluruhan masih rendah karena ada kemungkinan untuk kambuh. Berdasarkan penelitian hanya sekitar 20 persen pasien AML yang dapat bertahan hidup hingga 5 tahun setelah didiagnosis pertama kali.

Anggur Merah dan Coklat Hitam Ampuh Basmi Kanker

Massachusetts, Ilmuwan tengah giat mencari bahan makanan apa saja yang berpotensi sebagai obat kanker. Kini peneliti mengungkapkan bahwa anggur merah dan coklat hitam (dark chocolate) adalah obat yang ampuh untuk membunuh kanker.

Ketua Angiogenesis Foundation, William Li mengungkapkan anggur merah dan coklat hitam yang dicampur dengan blueberry, bawang putih, kedelai serta teh bisa digunakan sebagai bahan-bahan untuk membuat sel-sel kanker kelaparan yang membuatnya tidak mempunyai kemampuan menggerogoti tubuh.

"Kami telah membuat tingkatan makanan berdasarkan kualitas dari makanan tersebut untuk melawan kanker. Apa yang kita konsumsi setiap hari sudah bisa menjadi kemoterapi bagi diri kita sendiri," ujar Li, seperti dikutip dari AFP, Kamis (11/2/2010).

Para ilmuwan mengidentifikasi kandungan zat kimia yang terdapat di dalam makanan. Bahan kimia ini memiliki fungsi untuk menghentikan aliran pasokan darah ke jaringan tumor sehingga sel-sel kanker tersebut akan kelaparan yang nantinya akan mati.

Li mengutip sebuah penelitian di Harvard Medical School yang menunjukkan pria dengan konsumsi tomat masak beberapa kali dalam seminggu dapat memperkecil kemungkinannya terkena kanker prostat sebanyak 30-50 kali.

"Ada sebuah revolusi medis yang sebenarnya terjadi di sekitar kita. Jika ini benar, maka akan berdampak pada pendidikan konsumen, pelayanan makanan, kesehatan masyarakat dan juga lembaga asuransi," tambahnya.

Mengonsumsi berbagai makanan tersebut secara bersama-sama membuat khasiat memerangi kanker menjadi lebih efektif dan ampuh. Bagi beberapa orang di seluruh dunia yang tidak mampu membeli obat kanker, kemungkinan bisa menjadikan pengobatan kanker melalui makanan sebagai satu-satunya solusi terbaik untuk memerangi sel kanker dalam tubuhnya.

Saat ini sekitar selusin obat sudah digunakan untuk menghentikan pasokan darah ke tumor dengan menggunakan taktik pengobatan yang disebut "anti-angiogenesis". Tapi hampir bisa dipastikan bahwa perawatan untuk kanker bukanlah pengobatan yang murah.

CARA BARU MEMBUNUH SEL KANKER

22juli, peneliti Inggris di majalah Amerika "pemeriksaan klinis," melaporkan,mereka menemukan antibody tanpa bantuan sistim kekebalan dapat langsung membunuh sel kanker, hasil ini dapat membantu mengembangkan cara-cara baru untuk pengobatan kanker. Antibodi untuk pengobatan kanker, dasar prinsipnya adalah ketika antibodi bergabung dengan sel-sel kanker,dapat lebih mudah indentifikasi sistim kekebalan tubuh dengan sel-sel kanker,dan memandu sistim kekebalan tubuh membunuh sel-sel kanker.Bersama tim penelitihan dari Inggris, University of Southampton dan University of Manchester dan lembaga lainnya, beberapa antibodi juga bisa melewatkan sistem kekebalan tubuh dan membunuh sel kanker secara langsung. Setelah antibodi bergabung dengan sel kanker,menyebabkan Lisosom sel kanker pecah dan melepaskan zat beracun, pada akhirnya sel akan mati. Para peneliti mengatakan, pemuan ini dapat membantu mengembangkan cara-cara baru yang efektif untuk membunuh sel kanker,untuk pengobatan kemoterapi tradisional bagi kanker yang tidak dapat disembuhkan.

Mengapa Makanan Gorengan Memicu Kanker?

Di bagian bawah situs ini telah dua tahun lebih tercantum analisa Prof.  Dr.  dr.  Li Peiwen (seorang dokter medis ahli kanker sekaligus pakar pengobatan tradisional Tiongkok) tentang mengapa angka kejadian kanker di Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan Cina.  Karena orang Indonesia suka sekali makan gorengan, katanya.  Dari kerupuk, pisang goreng, singkong goreng, tempe goreng, ayam goreng, kentang goreng, nasi goreng...  pokoknya tiada hari tanpa makan makanan goreng.  Hmm...  mengapa gurihnya makanan goreng dapat memicu timbulnya kanker?  Eden Tareke dkk dari Universitas Stockholm, Swedia, pada tahun 2002 mengumumkan hasil penelitiannya mengenai akrilamida, karsinogen yang terbentuk pada makanan yang dipanaskan.  Menurut penelitian itu, makanan kaya karbohidrat seperti kentang, singkong, ubi, pisang, nasi, dll jika digoreng akan terurai, kemudian bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa karsinogenik (pemicu kanker) yang bernama akrilamida.  Demikian juga makanan yang dipanggang.  Sedang makanan mentah, direbus, atau dikukus tidak mengalami reaksi semacam itu, sehingga tidak menghasilkan akrilamida.  Kalaupun ada, kadarnya sangat kecil.  Penelitian terhadap tikus percobaan menunjukkan bahwa akrilamida menimbulkan tumor, merusak DNA, merusak syaraf, mengganggu tingkat kesuburan, dan mengakibatkan keguguran.  Seporsi kentang goreng yang dimasak pada suhu 220 o C mengandung akrilamida kurang-lebih 2.500 mikrogram.  Pada tikus percobaan, jumlah ini sudah menimbulkan mutasi gen.  Apa jadinya kalau tiap hari kita makan kentang goreng, ote-ote, kerupuk, pisang goreng, singkong goreng, tempe goreng, maupun gorengan-gorengan lain?  Waahh....  begitu ya?  Pantas dokter-dokter selalu menganjurkan kita untuk menghindari goreng-gorengan.  Lantas, apa berarti kita sama sekali tidak boleh makan makanan yang digoreng?  Boleh kok, asal tidak terlalu banyak dan tahu kiat sehatnya.  Karena bagaimanapun minyak juga dibutuhkan dalam metabolisme tubuh kita, dalam jumlah tidak lebih dari 5-10 ml/hari (1-2 sendok makan).  Lalu bagaimana kiat sehatnya?  Menggoreng Sendiri  Salah satu kiat sehat makan makanan goreng adalah dengan cara menggoreng sendiri makanan tersebut.  Dengan menggoreng sendiri kita dapat selalu menggunakan minyak baru.  Minyak yang belum pernah dipakai untuk menggoreng diharapkan masih terbebas dari akrilamida maupun zat-zat karsinogenik lainnya.  Juga, kita dapat mengatur suhu minyak pada waktu menggoreng agar tidak terlalu panas dan mengangkat hasil gorengan saat matangnya sedang, sebelum terlalu coklat apalagi gosong.  Suhu minyak pada saat menggoreng dengan api sedang, rata-rata 180-220 o C.  Semakin rendah suhunya, semakin sedikit akrilamida yang terbentuk.  Sebaliknya, semakin panas semakin banyak akrilamida-nya.  Selain itu, minyak goreng yang dipanaskan terlalu tinggi akan teroksidasi dan terpolimerisasi menghasilkan zat-zat radikal bebas dan minyak trans ( trans fatty acid ) yang berbahaya bagi kesehatan dan memicu kanker.  Minyak goreng berubah menjadi minyak trans ditandai dengan keluarnya asap dari penggorengan, berubahnya warna menjadi lebih gelap, baunya tengik/menyengat, cairannya lebih kental, serta menyebabkan gatal/iritasi tenggorokan.  Namun minyak trans juga ada yang alami tanpa melalui proses penggorengan, yakni pada lemak hewan memamah biak.  Minyak goreng bekas pakai (jelantah), kalau dipakai ulang lebih cepat rusak dibanding minyak baru.  Lebih mudah berasap dan lebih cepat menghitam walaupun suhunya belum terlalu panas.  Kebiasaan penjual makanan goreng adalah menggunakan minyak yang sangat banyak, sangat panas (bisa sampai 300 o C), dengan api besar (berulang-ulang sampai hitam), sehingga didapatkan hasil gorengan yang renyah dan kering.  Lebih asyik kriuk-kriuk memang, tapi lebih banyak juga senyawa karsinogenik yang menjadi “bonus”-nya.  Makanan yang digoreng akan menyerap minyak di sekitarnya.  Makanan tersebut menjadi berminyak, dan senyawa-senyawa karsinogenik di dalam minyak pun turut masuk ke dalam tubuh kita.  Dengan menggoreng sendiri, kita dapat mengatur agar suhunya tidak terlalu panas, yakni menggunakan api kecil, serta menggunakan sedikit minyak agar tidak terlalu banyak akrilamida maupun senyawa karsinogenik lain yang terbentuk dan ikut terserap ke dalam makanan.  Dan jangan lupa sebelum makan, sisa-sisa minyak yang menempel pada makanan kita serap dulu menggunakan kertas tisu.  Tetapi kiat menggoreng sendiri dan membatasi jumlah makanan goreng yang dimakan sama sekali belum cukup untuk dapat mencegah kanker.  Apalagi kalau sudah terkena kanker, mesti lebih hati-hati lagi.  Minyak goreng yang digunakan pun harus aman.  Lho, ada to minyak goreng yang tidak aman?  Banyak!  Lalu minyak apa yang aman?  Baca kelanjutannya , ya.  

Jumat, 25 Maret 2011

Selingan JOKE

Toyota vs Wanita

Ketika pencipta mobil Toyota, Sakichi Toyoda, meninggal dunia dan sampai di pintu gerbang surga, ia disambut oleh malaikat,
" karena anda adalah orang yang baik dan ciptaan anda, mobil TOYOTA, telah merubah dunia terutama dengan "Green-car"-nya (terus terang ga' ada hubungannya dengan program green school 1386).. maka sebagai hadiahnya anda boleh memilih tinggal disurga ini bersama siapa saja.."

Toyoda : "Terima kasih, wahai malaikat. Saya memilih utk tinggal bersama Adam, orang pertama di dunia ini".

Maka tinggallah ia dengan Adam, dan ketika bertemu dengan Adam, Toyoda bertanya :

Toyoda: "bukankah anda yg menciptakan wanita..?"

Adam: "ya.."

Toyoda : "Design ciptaan anda banyak cacatnya; 1. Terlalu banyak tonjolan-tonjolannya. 2. Berisik. 3. Body belakang goyangnya terlalu banyak. 4. Tempat pemasukan terlalu dekat dengan tempat pembuangan.

Adam : "tunggu dulu. Coba saya lihat dulu ke komputer".

Adam lalu mengetikkan beberapa perintah ke "super komputer" miliknya dan beberapa saat kemudian keluarlah hasilnya...

Adam : "Hmm... Ya, memang ada beberapa kelemahan dalam design saya, tetapi menurut data di super komputer ini, ternyata lebih banyak laki-laki yang mengendarai ciptaan saya daripada mobil Toyota ciptaan anda...

Wanita adalah kendaraan terbaik di dunia melebihi ciptaanmu Mr. Sakhici Toyoda, karena :
- memiliki 2 lampu depan yang menawan.
- memiliki 2 bemper belakang yang indah.
- mengeluarkan pelumas sendiri saat panas.
- distarter hanya dengan sentuhan jari.
- ganti oli mesin otomatis setiap bulan.
- dapat digunakan oleh piston ukuran apapun.
- beragam posisi berkendara,

Jumat, 18 Maret 2011

Tanya Jawab Seputar Diet

Salah kaprah soal diet untuk menurunkan badan berbahaya bagi kesehatan Anda, lho! Daripada bertanya-tanya atau percaya mitos tak jelas, lebih baik simak faktanya.
Apa sih sebetulnya yang dimaksud dengan diet? Diet sebenarnya memiliki arti kombinasi makanan dan minuman di dalam hidangan makan yang dikonsumsi sehari-hari. Jadi, diet adalah mengatur makan dengan pola yang sehat. Ada begitu banyak metoda dan jenis diet untuk menurunkan berat badan yang tersedia dan ditawarkan saat ini. Mulai dari diet Atkins (diet rendah karbohidrat), Cabbage Soup Diet , Grapefruit Diet,  South Beach Die t,  diet seimbang, dan lain-lain. Dari sekian jenis diet, yang terbukti terbaik adalah diet gizi seimbang.
Diet yang benar adalah tetap mengonsumsi makanan dengan komposisi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah seimbang. Tentu saja dengan total kalori yang lebih rendah dari yang biasa dikonsumsi, sehingga tubuh akan menggunakan simpanan energi tubuh, yaitu lemak tubuh, baik yang berlokasi di bawah kulit maupun yang berat di dalam tubuh (lemak visceral ).  Dengan hilangnya massa lemak tubuh, maka akan terjadi penurunan berat badan, maka akan terjadi penurunan berat badan.
Selain jenis diet, ada banyak hal yang seringkali menjadi pertanyaan mereka yang ingin melakukan diet menurunkan berat badan. Berikut beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan mereka yang menjalani diet.
Bagaimana sih, memilih jenis diet yang cocok?
Seperti telah disebut di atas, diet yang terbaik adalah diet gizi seimbang, karena memberikan gizi seimbang yang diperlukan tubuh dan memenuhi kebutuhan metabolisme normal.
Memilih jenis diet yang tepat juga harus disesuaikan dengan keadaan tubuh. Misalnya, diet konsumsi tinggi protein ternyata kurang menguntungkan bagi orang tua. Pasalnya, fungsi ginjal orang tua biasanya sudah mulai menurun. Belum lagi jika ada gangguan ginjal yang menyertai. Contoh lain adalah diet sangat rendah kalori yang justru akan mengganggu aktivitas fisik orang yang bekerja, karena dengan konsumsi sangat rendah kalori, kebutuhan tubuh tidak akan tercukupi.  Akibatnya, tubuh pun malah jadi kurang segar dan tidak bisa berkonsentrasi.
Jadi, jika ingin menurunkan berat badan dengan mengatur pola makan, idealnya harus dilakukan analisis asupan dulu, yakni menghitung makanan yang dikonsumsi sehari-hari, kemudian mengevaluasinya. Dari penilaian tersebut akan tampak kalori dan komposisi makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Setelah itu, barulah kemudian makanan yang dikonsumsi diatur dengan pedoman kebiasaan makan sehari-hari.
Apa saja parameter untuk mengetahui apa­kah kita meng­alami obesitas atau tidak?
Sebelum memutuskan berdiet untuk menurunkan berat badan (BB), sebaiknya lebih dulu diketahui apakah kita kelebihan berat badan. Parameter yang biasa dipakai adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT) dan mengukur lingkar pinggang. Kedua parameter ini merupakan parameter yang paling mudah dan bisa dilakukan sendiri.
IMT normal orang Asia berbeda dengan IMT orang Eropa. Orang Eropa memiliki batas overweight  25 dan batas obesitas 30. Di atas 25 disebut overweight , lebih dari 30 disebut obesitas. Sementara orang Asia, 23 sudah disebut overweight , 25 obesitas. Batas bawahnya 18,5. Jadi, IMT normal orang Asia adalah 18,5 - 23. Ini yang harus jadi patokan. Jika IMT-nya antara 18-5 - 23, tentu tidak perlu menurunkan BB. Pasalnya, BB yang kurang malah berisiko penyakit.
Parameter kedua adalah ukuran lingkar pinggang. Ukuran lingkar pinggang normal perempuan adalah kurang dari 80 cm, sementara pria kurang dari 90 cm. Walaupun IMT normal, tetapi kalau lingkar pinggangnya lebih dari 80, maka ia harus menurunkan BB-nya, karena risiko mendapat penyakit meningkat.
Benarkah menghindari sarapan pagi bagus untuk diet
Tentu saja tidak. Tanpa sarapan, gula darah bisa turun. Sementara kadar gula yang rendah akan berakibat konsentrasi terganggu, lemas, mudah marah, dan sebagainya. Akibatnya, bagi orang yang bekerja jadi tidak efektif. Biasanya, dengan menghindari sarapan, rasa lapar diatasi dengan makanan kecil yang seringkali, karena bentuknya kering dan ringan, ternyata justru mengandung banyak kalori. Akibatnya, tujuan mengurangi asupan agar berat badan turun tidak tercapai, malah berat badan bisa-bisa naik. Kecenderungan lain adalah, karena pagi tidak sarapan, akibatnya siang hari kelaparan dan makan pun jadi banyak. Padahal, metabolisme tubuh yang normal tidak bisa menerima pola makan yang tidak teratur. 
Kenapa rambut sering rontok saat diet? Bagaimana mengatasinya
Kebanyakan wanita akan melakukan segala hal untuk menurunkan berat badan, termasuk dengan melakukan diet ketat rendah kalori. Padahal, diet jenis ini bisa mengakibatkan rambut rontok karena kurang asupan protein.
Rambut rontok bisa jadi penanda bahwa Anda kekurangan zat besi atau perubahan hormon secara drastis. Hal itu disebabkan karena pola makan yang tidak teratur, asupan gizi yang kurang, atau stres.
Jadi, jangan sampai diet membuat Anda kekurangan zat besi dan mengubah siklus hormon secara drastis. Biasanya diet yang buruk membuat Anda kekurangan protein, serta vitamin A dan D yang membuat kualitas akar rambut menurun dan memicu kerontokan.
Untuk mengurangi dampak ini, pastikan untuk terus mendapatkan protein yang cukup dalam diet. Protein adalah zat esensial untuk menjaga kesehatan rambut dan kuat.
Haruskah diet dilakukan dengan menghilangkan makan malam?
Tidak. Berat badan dipengaruhi oleh kalori total yang diasup, dikurangi kalori yang dikeluarkan dalam sehari (berat badan = kalori total yang diasup – kalori yang dikeluarkan). Jika makan malam dihilangkan, kemudian menggantinya dengan makanan kecil untuk menahan lapar, dan makanan kecil yang dimakan untuk mengganti makan malam tadi mengandung kalori tinggi, maka berat badan tetap tidak akan turun. Menghilangkan makan malam juga akan berakibat munculnya keluhan tubuh tidak nyaman, lapar, atau bahkan gangguan lambung (sakit mag).
Boleh-boleh saja mengganti makan malam dengan buah, tapi dengan catatan tidak melakukan aktivitas apa-apa pada malam hari. Prinsipnya, asupan makanan akan menyuplai tubuh untuk metabolisme tubuh, mengganti sel yang rusak, aktivitas fisik, dan lainnya. Jika tidak ada suplai, kita tidak akan bisa melakukan aktivitas apapun karena kelaparan. Ini kemudian akan dikompensasi tubuh dengan membentuk gula dari cadangan tubuh sendiri. Dampaknya, metabolisme terganggu, dan akan timbul keluhan tidak enak badan, bahkan bisa timbul sakit mag.
Perlukah obat-obatan untuk diet
Obat-obatan seringkali memang diperlukan. Akan tetapi, jika IMT-nya 23, tidak ada penyakit penyerta, tensi darah normal, gula darah dan kolesterol juga normal, tak perlu pakai obat dulu. Dietnya cukup mengatur pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik, baik dengan olahraga maupun aktivitas fisik lain, seperti mencuci mobil, membersihkan rumah, menyapu halaman, dan sebagainya.
Lain halnya jika seseorang mengalami overweight  dan ada faktor risiko, antara lain tensi darah lebih dari 185/35, kolesterol HDL lebih rendah daripada normal, atau gula darah puasa lebih dari normal. Jika ini yang terjadi, maka obat-obatan bisa diberikan. Yang jelas, ada langkah-langkahnya kapan obat bisa dipakai. Kecuali apabila sudah obesitas, yang artinya risikonya bertambah.

Beberapa Cara Diet yang Efektif dan Populer

Banyak pedoman yang bisa diterapkan untuk sebuah program penurunan berat badan. Mulai yang mengandalkan hitungan kalori hingga merinci asupan bahan makanan dengan maksud-maksud tertentu. Sudah banyak pula yang membuktikan hasilnya.Cari tahu yang paling tepat dan sasaran yang dituju, agar diet Anda berhasil.
Diet Golongan Darah
Di dalam darah terdapat alel golongan darah yang menentukan apa golongan darah seseorang, Setidaknya 3 alel yang dikenal yakni A, B dan O.
Selain menentukan golongan darah, alel golongan darah diyakini dapat mempengaruhi sifat-sifat (genetik) yang dibawa oleh darah, tergantung dari letak terhadap alel golongan darah. Ini kemudian mempengaruhi sistem tubuh, termasuk enzim-enzim dan materi kimia saraf (neurokimia).
Unsur lain golongan darah, seperti antigen golongan darah, kemudian diketahui turut menentukan bagaimana reaksi tubuh (termasuk jaringan tubuh) terhadap bahan makanan, hingga peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan resistensi insulin akibat konsumsi makanan tertentu.
Pendekatan inilah yang kemudian dikembangkan Dr. Peter J. D’Adamo  (dalam buku "Live Right for Your Type" ) menjadi resep diet golongan darah.
A. Golongan Darah O
Golongan darah O dianggap membawa sifat dari zaman peradaban manusia beralih dari hidup berburu dan nomaden, menuju agraris. Sifat ini membuat orang-orang dengan golongan darah O lebih baik mengonsumsi makanan yang didominasi protein hewani.
Konsumsi makanan sumber protein terutama dari golongan hewani banyak memberi manfaat bagi orang-orang dengan golongan darah O. Konsumsi ikan perairan dingin dan daging beberapakali seminggu, dapat membantu mengoptimalkan metabolisme dan meningkatkan fungsi tiroid.
Selain itu, pemilik golongan darah O sebaiknya mengurangi konsumsi produk susu, polong-polongan dan menghindari produk gandum (terutama gandum utuh). 
Polong-polongan dan gandum dianggap mengandung lektin (semacam protein) yang bereaksi dengan darah, mengganggu hormon insulin dan  menyerang enzim pencernaan.
Kandungan gluten dalam gandum juga dituding sebagai pengganggu proses metabolisme, menyebabkan metabolisme yang lambat serta tidak efisien. Hasilnya, makanan pun tidak cepat diubah menjadi energi dan lebih banyak disimpan dalam bentuk cadangan lemak.
B. Golongan Darah A
Pada dasarnya pemilik golongan darah A paling baik menjadikan porsi makanannya didominasi oleh sayuran. Hampir semua jenis sayuran baik bagi pemilik golongan darah A dan dapat dikonsumsi dalam jumlah yang tidak terbatas.
Selain itu, makanan terutama dengan proses fermentasi merupakan jenis makanan terbaik yang perlu disisipkan dalam menu harian golongan darah A, seperti miso , tempe, dan natto . Makanan terfermentasi dapat meningkatkan fungsi pencernaan dan kekebalan tubuh, juga membuat proses detoksifikasi berjalan lebih baik.
Ciri khas pemilik golongan darah A, kekurangan beberapa enzim lambung yang berfungsi mencerna protein hewani sehingga pembongkaran protein hewani kurang efektif.
Namun protein bagi pemilik golongan darah A lebih baik didapat dari protein nabati seperti dari kelas polong-polongan. Beberapa polong-polongan seperti kedelai memiliki banyak manfaat diantaranya mengandung lektin yang dapat membantu mencegah kanker.
Untuk jenis serealia dan tepung-tepungan, pemiliki golongan darah A harus waspada dan berhati-hati dalam mengonsumsi makanan jenis ini. Banyak dari jenis ini memicu efek insulin yang dapat meningkatkan lemak total tubuh.
Bila ingin mengonsumsi jenis serealia, sebaiknya pilih yang sudah dikecambahkan lebih dahulu, seperti roti gandum wheat  (gandumnya menggunakan gandum yang sudah dikecambahkan).
C.Golongan Darah B
Golongan darah B merupakan jembatan dari sifat golongan darah A dan O. Orang dengan golongan darah B dianggap memiliki adaptasi yang baik terhadap sumber makanan hewani maupun tumbuhan.
Inilah mengapa dikatakan, kunci pengendalian berat badan bagi orang bergolongan darah B adalah dengan menjaga konsumsi daging, produk susu, sayuran dan seralia  dalam komposisi yang seimbang.
Kendati demikian, orang dengan golongan darah B juga tetap memiliki beberapa pantangan seperti daging ayam, hewan laut golongan crustacea , kacang-kacangan dan biji-bijian, jagung serta tomat.
Daging ayam, hewan laut golongan crustacea  mengandung lektin  yang dapat menggumpalkan darah dan mengganggu sistem metabolisme orang bergolongan darah B.
Sedangkan kacang-kacangan dan biji-bijian mengandung lektin yang dapat mengganggu produksi hormon insulin (berkaitan dengan kadar gula dalam darah). Juga jagung dan tomat yang mengandung lektin yang mengganggu pencernaan dan darah.
D. Golongan Darah AB
Golongan darah AB membawa antigen A dan B, sehingga dapat dikatakan diet yang terbaik bagi pemilik golongan darah AB adalah dengan menggabungkan diet golongan darah A dan diet golongan darah B.
Dengan kata lain, mengga­bung­kan diet yang cenderung vegetarian dengan protein da­­ging dan produk susu.
Untuk konsumsi daging, sebaiknya orang bergolongan darah AB mengonsumsi daging dalam porsi kecil tapi dengan frekuensi yang cukup sering.
Daging ayam mutlak dihin­dari karena mengandung lektin yang dapat mengganggu sistem pencernaan.
Kon­su­msi produk susu tidak dibatasi bagi pemilik golongan darah AB. Disarankan konsumsi produk susu yang difermentasi seperti yoghurt , kefir dan krim asam karena relatif mudah dicerna.
Orang dengan golongan darah AB sebaiknya menghindari konsumsi biji-bijian yang dapat menghambat insulin. Dan, meningkatkan konsumsi sayuran segar yang memiliki zat alami yang dapat mencegah penyakit jantung dan kanker.
Untuk konsumsi buah-buahan, disarankan mengonsumsi buah yang bersifat basa seperti jeruk sitrun, anggur, plum beri. Namun harus menghindari pisang karena dapat mengganggu pencernaan.


Tapi juga ada diet dengan cara lainnya seperti dibawah ini yaitu diet Atkins (diambil dari nama penciptanya dr.Robert.C.Atkins yang menuangkan idenya dalam sebuah buku berjudul "Dr.Atkins Diet Revolution" tahun 1972 dan " Dr.Atkins New Diet Revolution" tahun 2002)

Apa dasar prinsip diet Atkins?
Menurut Atkins penyebab utama obesitas (terutama pada masyarakat Barat, red.) adalah terlalu banyaknya konsumsi makanan sumber karbohidrat olahan seperti gula, tepung dan sirup (yang tinggi fruktosa). Di mana bahan-bahan ini lebih mudah ditimbun sebagai lemak tubuh dan kurang optimal dipergunakan sebagai bahan baku energi.
Oleh karena itu, Atkins mencoba merancang diet rendah karbohidrat (terutama karbohidrat olahan) namun tinggi protein. Pada awalnya, Atkins menguji cobanya pada dirinya sendiri dan berhasil.
Prinsip dari teori diet dr. Atkins ini adalah konsumsi makanan rendah karbohidrat yang akan memicu proses ketosis. Yaitu kondisi ketika gula darah kurang dari 3,58 mmol/L menyebabkan tidak ada glukosa yang memicu respon insulin, hingga secara otomatis  tubuh akan melakukan pembongkaran lemak yang ditransfer ke darah untuk digunakan sebagai energi (pengganti gula darah).
Karbohidrat memang masih tetap dikonsumsi dalam diet Atkins, namun hanya yang kompleks dan sedikit saja karbohidrat sederhana (yang dapat berdampak langsung pada gula darah, red.). Itu pun dalam porsi yang tidak banyak.
Di luar itu, Atkins menganjurkan konsumsi sumber protein dan lemak lebih banyak.
Tujuannya, mencegah timbulnya rasa lapar yang terlalu cepat karena lemak dan protein membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna.
Diet Atkins sendiri dilakukan dengan empat fase diet yaitu puasa, penurunan berat badan, pra penurunan dan maintenance .
A. Puasa
Pada tahap awal selama dua minggu asupan karbohidrat dibatasi tidak lebih dari 20 gram per hari (karbohidrat  minus serat, alkohol gula maupun gliserin).
Kemudian juga mengonsumsi 12 sampai 15 gram salad sayuran dan buah (brokoli, bayam, labu, kembang kol, lobak, tomat dan asparagus), daging/unggas, serta 4 ons (113 gr) keju (cheddar  dan keju lunak). Juga minimal 100 gr lemak perhari.
Selama melakukan fase ini disarankan tetap menjaga asupan air 8 gelas per hari untuk menjaga stabilitas laju metabolisme. Dan, tidak disarankan mengonsumsi kopi karena dapat membuat efek ketagihan maupun kadar gula darah rendah.
Fase ini semua harus dilakukan untuk mempersiapkan tubuh ke fase ketosis sebagai puncak program diet.
B.Penurunan Berat Badan
Tahap selanjutnya dilakukan dengan menurunkan konsumsi karbohidrat per hari, sekitar 5 gram per minggu.
Jadi yang sebelumnya konsumsi karbohidrat 20 gram  menjadi 15 gram per hari selama seminggu berikutnya. Tujuannya untuk meningkatkan titik kritis penghilangan karbohidrat, hingga mencapai berat badan target selanjutnya sekitar 4,5 kg dari target berat badan ideal. 
Di minggu pertama, Anda juga perlu menambahkan lebih banyak sayuran dalam menu sehari-hari. Lalu di minggu berikutnya perlu ditambahkan susu segar dan seterusnya. Lebih rincinya berikut 9 makanan yang bisa ditambahkan dalam menu seminggu untuk 9 tahap (masing-masing tahap 1 bahan makanan).
C. Pra Penurunan
Setelah mencapai berat badan ideal, asupan karbohidrat boleh ditingkatkan 10 gram (per hari) tiap minggu. Tujuannya untuk mengembalikan ke kondisi ideal pemeliharaan hasil setelah penurunan berat badan
D. Maintenance
Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menghindari pola pikir bahwa Anda sudah mendapat hasil akhir dari sebuah program penurunan berat badan. Bila ternyata berat badan kemabli naik tidak terkontrol, maka Anda harus kembali lagi ke fase awal penurunan berat badan alan Atkins.

Apa yang harus Dilakukan dan Dihindari dalam Diet


Ingin menurunkan berat badan bukan berarti menyiksa diri, lho! Rencanakan dengan mengindahkan rambu-rambu diet.
Kerapkali ketika menjalani diet, kita tak paham apa-apa saja yang harus ada dalam daftar wajib konsumsi dan apa saja yang tak boleh dikonsumsi terlalu banyak. Begitu pula dengan jadwal makan yang baik. Siapa bilang menurunkan berat badan harus men-skip  makan malam? Ternyata, melewatkan salah satu jadwal makan justru membuat pola makan menjadi tak terkontrol.
Dan, benarkah menghilangkan salah satu sumber zat gizi seperti nasi (karbohidrat) merupakan cara diet yang tepat?
Agar tak salah menjalankan terapi penurunan berat badan dengan diet, ikuti saran ahli tentang rambu-rambu dalam menjalankan diet.

BOLEH 
Berikut beberapa hal harus dipatuhi ketika menjalankan pengaturan pola makan (diet). Apa saja itu?
Disiplin pola makan:  
Diet memang memiliki aturannya sendiri namun bukan menyiksa diri dengan tidak makan. Cara diet yang tepat adalah dengan mengikuti pola makan yang disarankan, misalnya makan lebih sering tetapi dengan kalori yang tetap terkontrol.
Olahraga teratur:  
Berolahraga secara teratur dan rutin, minimal 3 kali seminggu dengan durasi 60-90 menit, dengan jenis olahraga yang utama adalah kardio untuk pembakaran lemak.
Smart Snacking:
Mengudap tidak dilarang dalam berdiet karena dapat mengontrol nafsu makan ketika tiba jadwal makan pokok (pagi-siang-malam). Tapi, bukan mengudap sembarangan dan semaunya, mengudap juga perlu direncanakan atau istilahnya smart snacking . Caranya, pilih snacking  seperti cookies  atau buah-buahan dengan kalori terkontrol.
Sertakan sayur:
Makan sianglah dengan komposisi gizi yang seimbang (protein, karbohidrat, lemak). Jangan lupa, sertakan sayur dan buah-buahan di dalam porsi makan siang Anda.
Rebus vs Goreng:
Gantikan menu yang digoreng dengan variasi menu yang dikukus, direbus, atau dipanggang. Hindari pula pilihan menu yang berkadar lemak tinggi, berkadar garam, maupun gula tinggi.
Air:
Cukupi kebutuhan air setiap harinya (minimal 8 gelas) untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.
Kelola stres:
Stres memang tidak bisa dihindarkan dari aktivitas sehari-hari, namun masih dapat dikelola agar tidak berakumulasi. Cobalah kelola stress dengan baik karena stress juga dapat mengganggu pola makan seseorang.
Cukup tidur:
Istirahat cukup 6-8 jam per hari. Mencukupi kebutuhan tidur juga secara tidak langsung mengatur pola makan yang baik dan teratur

TIDAK BOLEH
Lantas, apa yang patut dihindarkan ketika menjalani diet. Berikut catatan penting yang patut Anda simak!
Makan berlebih:
Makan siang secara berlebihan apalagi dengan komposisi tak seimbang menjadikan kalori yang masuk ke tubuh jadi tidak terkontrol. Misalnya, makan siang hanya didominasi karbohidrat dan lemak, tanpa protein. Atau sebaliknya, tidak mengonsumsi karbohidrat sama sekali (menghilangkan nasi) namun didominasi lemak dan protein.
Men-skip bahan makanan tertentu:
Hanya mengonsumsi makanan dari kelompok makanan tertentu (misal: sayur-sayuran) tanpa mengonsumsi jenis makanan lain (misal: daging, nasi, susu) dapat mengakibatkan tubuh menjadi kekurangan nutrisi. Hasilnya, badan terasa lemas, kinerja tubuh pun menurun.
Men-skip jadwal makan:
Melewatkan salah satu waktu makan seperti makan malam maupun makan pagi rentan menjadikan asupan kalori pada waktu makan berikutnyaa tidak terkontrol.
Tidak makan buah atau sayur:
Porsi buah dan sayur sangat sedikit atau bahkan terlupakan pada waktu makan dapat mengganggu kesehatan saluran cerna tubuh. Salah satu risikonya, dapat membuat sulit buang air besar.
Konsumsi suplemen pelangsing:
Tidak semua suplemen pelangsing efektif atau aman bagi kesehatan. Sebaiknya, konsultasikan dahulu pada ahli gizi sebelum mengonsumsinya. Ingat, tidak semua suplemen pelangsing yang beredar di pasaran aman bagi tubuh.
WRP Research Center

Jumat, 04 Maret 2011


IRRITABLE BOWEL SYNDROME IN CHILDREN
Introduction
Background
Irritable bowel syndrome (IBS) is defined as chronic or recurrent abdominal pain, altered bowel habits, and bloating, with the absence of structural or biochemical abnormalities to explain these symptoms. Irritable bowel syndrome is part of a broader group of disorders known as functional GI disorders. It is the most common GI diagnosis among gastroenterology practices in the United States and is one of the top 10 reasons for visits to primary care physicians. Irritable bowel syndrome is recognized in children, and many patients trace the onset of their symptoms to childhood. Children who have a history of recurrent abdominal pain are at increased risk of irritable bowel syndrome during adolescence and young adulthood.
Pathophysiology
Irritable bowel syndrome has no identifiable cause, and laboratory testing is unrevealing. Over the last 5 decades, the understanding of irritable bowel syndrome has evolved from a disorder of motor activities in the upper and lower GI tracts to a more integrated understanding of visceral hypersensitivity and brain-gut interaction.
GI motility abnormalities
Studies evaluating the motor response of the colon to meals, pain, and stress suggest a difference between control subjects and patients with irritable bowel syndrome. Pretreatment with anticholinergic medication in irritable bowel syndrome was demonstrated to reduce meal-stimulated pain and diarrhea. The finding of an abnormal, 3-cycle-per-minute, slow-wave activity in the colon of patients with irritable bowel syndrome was not confirmed by other studies and was noted in some individuals without irritable bowel syndrome.
Abnormal small-bowel motility has also been reported by some investigators. Intestinal transit has been demonstrated to be delayed in patients with constipation-predominant irritable bowel syndrome. In contrast, the transit was accelerated in patients with diarrhea-predominant irritable bowel syndrome. Clustered contractions in the duodenum and jejunum and prolonged propagated contractions in the ileum were noted more frequently in patients with irritable bowel syndrome. Small-bowel motility studies have demonstrated more abnormal findings in patients with irritable bowel syndrome in conscious states than during sleep, suggesting that the condition may result in part from CNS input.
Non-GI smooth-muscle abnormalities
Bladder dysfunction was identified in 50% of patients with irritable bowel syndrome and in only 13% of control subjects. One study found patients with irritable bowel syndrome to have a higher incidence of orthostatic hypotension. A clinical study demonstrated a greater reduction of forced expiratory volumes in 1 second (FEV1) induced by methacholine in patients with irritable bowel syndrome than in control subjects.
Visceral hypersensitivity
Most patients with functional disorders appear to have inappropriate perception of physiologic events and altered reflex responses in different gut regions. Patients with irritable bowel syndrome undergoing balloon distension studies of the colorectum demonstrated awareness of distension and pain at pressures and volumes that were significantly lower than in control subjects. The development of chronic hyperalgesia within the GI tract can be explained by the development of hyperexcitability of neurons in the dorsal horn in response to peripheral tissue irritation or to descending influences from the brain stem. Multiple factors are proposed to alter neuroreceptors and afferent spinal neuron functions. These factors include genetic, inflammatory, local nerve mechanical irritation, motility, and psychological factors.
Brain-gut interaction
The brain-gut axis is a bidirectional pathway that links higher cortical centers with visceral afferent sensation and intestinal motor function. Regulation of these connections occurs via numerous neurotransmitters found in the brain and gut, including cholecystokinin, vasoactive intestinal peptide, substance P, serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]), and many others. These transmitters act at different sites in the brain and gut and lead to varied effects on gastrointestinal motility, pain control, emotional behavior, and immunity.
Serotonin plays a critical role in the regulation of GI motility, secretion, and sensation. In the GI tract, 5-HT is synthesized by the enterochromaffin cells (EC) located within the mucosa of the intestine. 5-HT released by EC cells initiates peristaltic and secretory reflexes by acting on its receptors. Several subclasses of 5-HT receptors are differentiated on the basis of structure, molecular mechanism, and function. Excess serotonin is removed by the serotonin transporter (SERT) expressed by intestinal epithelial cells. Studies have shown that irritable bowel syndrome symptoms may be related to imbalance in mucosal 5-HT availability caused by defects in 5-HT production, serotonin receptors, or SERT.
Dysregulation of the brain-gut system is becoming an acceptable theory to explain the functional GI disorders. Furthermore, several studies have hypothesized that specific 5-HT receptor antagonists may be beneficial in irritable bowel syndrome. Numerous newer noninvasive imaging techniques (eg, positron emission tomography, functional MRI) have been applied to assess brain-gut interactions in healthy patients and in those with irritable bowel syndrome.

Genetics

Several studies suggest that irritable bowel syndrome may have a genetic basis. The genetic theory is based on twin studies as well as familial aggregation of irritable bowel syndrome. Several twin studies have shown a higher concordance rate for irritable bowel syndrome in monozygotic twins than in dizygotic twins.1,2,3,4 Studies on familial aggregation have found that patients with irritable bowel syndrome are more likely than controls to present positive family history.5,6,7 However, familial and twin aggregation studies cannot exclude the influence of environmental and social learning in the development of irritable bowel syndrome.

In a twin study conducted by Levy et al, the proportion of dizygotic twins with irritable bowel syndrome who have mothers with irritable bowel syndrome was greater than the proportion of dizygotic twins with irritable bowel syndrome who have co-twins with irritable bowel syndrome. The data also revealed that having a mother or a father with irritable bowel syndrome are independent predictors of irritable bowel syndrome status and both are stronger predictors than having a twin with irritable bowel syndrome.2

Several investigators have proposed that irritable bowel syndrome may be associated with select gene polymorphisms, including SERT, alpha-adrenergic receptors, interleukin-10, transforming growth factor, tumor necrosis factor-alpha, and sodium channel. However, the data are limited, and studies have failed to identify a specific irritable bowel syndrome gene.8,9
Psychosocial factors in irritable bowel syndrome
Numerous studies have found an increased prevalence of abnormal psychiatric disorders, including anxiety, major depression, personality disorders, and hysteria, in adult patients with irritable bowel syndrome, especially patients referred to medical facilities. These psychological disturbances are not believed to cause or induce the symptoms of irritable bowel syndrome but are thought to influence the patient's perception of the symptoms and affect the clinical outcome. Stressful events are known to affect GI functions and may lead to exacerbation of symptoms in patients with irritable bowel syndrome.

In addition, antidepressant or antipsychotic therapy is helpful in some patients with irritable bowel syndrome. A meta-analysis has confirmed the relative efficacy of antidepressant medications in irritable bowel syndrome, particularly in predominantly diarrheic patients experiencing severe pain.10 Studies have reported an increased frequency of prior sexual or physical abuse in patients with irritable bowel syndrome and other functional GI disorders.
Dietary factors
Some studies have proposed that carbohydrate intolerance may produce significant symptoms in patients with irritable bowel syndrome. Ingestion of lactose, sorbitol, or fructose is associated with increased GI symptoms. Likewise, a food allergy may play a minor role in triggering or exacerbating symptoms in some patients with irritable bowel syndrome. A study by Atkinson et al has shown that immunoglobulin (Ig)G food antibodies may have a role in irritable bowel syndrome and food elimination based on IgG antibodies may be effective in reducing irritable bowel syndrome symptoms.11
GI infection and irritable bowel syndrome
Some investigations found a correlation between the development of irritable bowel syndrome and a prior severe GI infection, especially in patients with higher scores for anxiety. Symptoms compatible with irritable bowel syndrome affect 10-15% of adult patients after acute infectious gastroenteritis. Factors that increase risk to develop post infectious irritable bowel syndrome include severe and prolonged infection, female sex, younger age, antibiotic treatment for this infection, and concomitant presence of anxiety.
In one pediatric study, 36% of children with prior history of acute bacterial gastroenteritis developed abdominal pain symptoms that were consistent with functional GI disorders. Symptoms were compatible with irritable bowel syndrome in 87% and with dyspepsia in 24%.12
Studies have demonstrated low-grade lymphocytic infiltration in the intestinal mucosa, increased permeability, and increases in inflammatory components including EC and mast cells.
Some studies have shown that small intestinal bacterial overgrowth is common in subjects with irritable bowel syndrome. A double-blind placebo-controlled study by Pimentel et al (2003) showed that normalization of lactulose breath testing with neomycin correlated with symptom improvement in patients with irritable bowel syndrome.13
Frequency
United States
Symptoms consistent with irritable bowel syndrome are present in 10-20% of adolescents and adults. Less than one third of patients seek medical advice. In the pediatric population, irritable bowel syndrome symptoms are reported in 14% of high-school students and 6% of middle-school students. One third of patients with irritable bowel syndrome trace their symptoms to childhood.
International
Prevalence in developing countries is probably lower than in Western countries, but this may be explained by a combination of reduced availability of medical care and different cultural approaches to illness.
Mortality/Morbidity
Irritable bowel syndrome is not a life-threatening condition but can have a serious impact on a patient's daily activities and quality of life. Greater impairments in quality of life are reported in patients with irritable bowel syndrome who sought medical care compared with those who did not consult their physicians for irritable bowel syndrome symptoms. It is a major cause of absenteeism at the workplace and at school. Abdominal pain in patients with irritable bowel syndrome is responsible for significant school absences in 4-5% of middle and high-school students.
Race
Irritable bowel syndrome is not well characterized outside Western countries. According to reported studies, the disease prevalence is lower in Hispanic and Asian populations than in Caucasian populations, and whites are more likely to have irritable bowel syndrome than blacks.
Sex
Women are 2-3 times more likely than men to have irritable bowel syndrome. In pediatric patients, both sexes are equally affected.
Age
Irritable bowel syndrome is a disorder of young people. One half of patients experience symptom onset when younger than 35 years, and 40% of patients are aged 35-50 years when symptoms begin. Irritable bowel syndrome is recognized in children. Symptoms consistent with irritable bowel syndrome are reported in 16% of students aged 11-17 years. Irritable bowel syndrome is not described in preschool-aged and younger children because the diagnosis depends on the child's ability to report detailed symptoms.
Clinical
History
Irritable bowel syndrome (IBS) has a broad range of symptoms; the most common are abdominal pain and altered bowel movements. Although symptoms may vary among patients, a pattern usually develops for each patient. The presence of characteristic symptoms in an otherwise healthy individual is sufficient to make a diagnosis of irritable bowel syndrome in most individuals.
  • The characteristics of abdominal pain vary between patients and even within an individual patient.
    • The pain can be dull, achy, colicky, or sharp.
    • Pain can occur anywhere in the abdomen but is commonly located in the hypogastric or periumbilical regions.
    • The pain has no specific pattern but may be aggravated by stress and food and partially relieved after defecation.
  • Altered bowel habits include constipation, diarrhea, or alternating constipation with diarrhea.
    • Stools are usually of small volume and pasty. Constipation is associated with small, hard, pelletlike stools. Diarrhea characteristically occurs during waking hours and often is precipitated by meals.
    • Mucus can be a component of the stool in as many as 50% of patients with irritable bowel syndrome.
    • In some patients, defecation is associated with a sense of incomplete evacuation that can lead to repeated trips to the bathroom and prolonged straining.
  • Symptoms of abdominal distension (ie, bloating, increased belching, flatulence) are frequently reported by patients with irritable bowel syndrome. They are less common in children than adults.
  • Other GI symptoms (ie, heartburn, dyspepsia, nausea, vomiting) are reported in 25-50% of adult patients with irritable bowel syndrome. Dyspeptic symptoms are present in as many as 30% of pediatric patients with irritable bowel syndrome.
  • Extraintestinal symptoms are also reported. Patients with irritable bowel syndrome frequently report dysmenorrhea, urinary frequency, incomplete bladder emptying, back pain, and headache. These complaints are common in adults but rare in children.
  • Patients may relate a history of inciting events.
    • Exacerbation of irritable bowel syndrome symptoms is sometimes reported to follow stressful experiences, ingestion of specific foods, or consumption of alcohol or caffeine.
    • Menses may exacerbate irritable bowel syndrome symptoms in women.
    • In children, symptom precipitants include school-related problems, overeating, or eating problems.
  • The following clinical features should alert the physician to the possibility of a disorder other than irritable bowel syndrome:
    • Frequent awakening by symptoms
    • Steady progressive course
    • Fever
    • Weight loss
    • Arthritis
    • Rectal bleeding
    • Persistent vomiting
  • The diagnosis of irritable bowel syndrome requires the identification of the symptoms characteristic of irritable bowel syndrome and the exclusion of other medical conditions with similar clinical presentations. Symptom-based criteria have been established for the diagnosis of irritable bowel syndrome, which includes the Manning or, more recently, the Rome criteria. The pediatric working team adopted the Rome II criteria in the adult population because these criteria seemed to apply equally well to children. Rome II criteria apply to children old enough to provide an accurate pain history of at least 12 weeks, which need not to be consecutive, in the preceding 12 months. The history can include the following:
    • The abdominal discomfort or pain has 2 out of the following 3 features: (1) relief with defecation, (2) onset associated with a change in frequency of stool, and (3) onset associated with a change in the form of stool.
    • No structural or metabolic abnormalities exist to explain the symptoms.
Physical
  • Physical examination findings generally are unremarkable. The patient may appear tense and anxious with sweaty palms. Abdominal tenderness may be present. Tender and palpable sigmoid is found in some patients.
  • Findings against the diagnosis of irritable bowel syndrome include the following:
    • Abdominal rigidity
    • Rebound tenderness
    • Lymphadenopathy
    • Hepatosplenomegaly
    • Positive fecal bleeding test result
Causes
Differential Diagnoses

Other Problems to Be Considered
Antibiotic-associated diarrhea
Workup
Laboratory Studies
  • No specific laboratory markers are noted for irritable bowel syndrome (IBS). Patients who have characteristic symptoms and meet the Rome criteria for irritable bowel syndrome (see History) do not require a thorough diagnostic evaluation. A more aggressive approach is recommended for individuals with atypical symptoms, those with a rapidly progressive course, or when the index of suspicion for an organic disease is high.
  • In classic cases, a limited screen for organic disease is reassuring and should consist of the following:
    • CBC count
    • Erythrocyte sedimentation rate
    • Stool studies for ova and parasites
    • Stool cultures and stool Clostridium difficile toxin assay, if clinically indicated
    • A breath hydrogen test or a trial of dietary lactose restriction to exclude lactose intolerance
  • The following laboratory tests are indicated in special instances:
    • Lead level assessment
    • Celiac serologic tests
    • Serum immune markers for inflammatory bowel disease
    • Thyroid function tests
    • Tests for Helicobacter pylori (ie, serum antibody titers, urea breath test)
Imaging Studies
  • Plain abdominal radiography is recommended for patients with pain-predominant symptoms. Perform plain abdominal radiography during a pain episode to exclude intermittent obstruction.
  • Upper GI study with small-bowel follow through is a useful study if Crohn disease or celiac sprue is suggested.
  • Barium enema can be useful for patients in whom Hirschsprung disease or congenital structural anomalies of the colon are suspected. Barium enema is also indicated in older patients (>50 y) because of the increased likelihood of colonic neoplasms.
  • Gastric scintigraphy is indicated for selected patients to evaluate for gastroparesis.
  • Abdominal ultrasonography is suggested for patients in whom biliary disease is suspected. It has high sensitivity and specificity for gallstones. It can also detect gallbladder wall thickening.
Other Tests
  • GI manometry can assist in evaluating patients in whom gastroparesis or intestinal pseudoobstruction is suspected.
  • Anorectal manometry is useful to screen patients in whom Hirschsprung disease is suspected.
Procedures
  • Sigmoidoscopy or complete colonoscopy is useful to evaluate for inflammatory conditions such as ulcerative colitis and microscopic colitis. Severe colitis noted during colonoscopy is shown in the image below.
Severe colitis noted during colonoscopy. The muco...
Severe colitis noted during colonoscopy. The mucosa is grossly denuded, with active bleeding noted. This patient had her colon resected very shortly after this view was obtained.
  • Upper endoscopy with small-intestinal biopsies is recommended in patients in whom peptic ulcer disease, Helicobacter pylori infection, Crohn disease, celiac disease, or other malabsorption conditions are suspected.

Treatment

Medical Care

Irritable bowel syndrome (IBS) is a chronic illness and has no cure.
Treatment may be challenging and even frustrating to the physician, the patient, and the patient's family. The most important component of treatment is to establish an effective and therapeutic relationship with the patient and his or her family.
Educate the child and parents that irritable bowel syndrome is a chronic illness that cannot be cured. At the same time, reassure them that it is not a life-threatening condition and it does not lead to physical impairment. Tell the patient and the family that the symptoms are real and respond to their worries and concerns. Reassurance is more effective if offered after a careful history and physical examination and a conservative diagnostic evaluation.
Most patients have mild symptoms and maintain normal daily activities and regular school attendance. Address the possible dietary and psychosocial triggering factors. Counseling, dietary modifications, and lifestyle changes are usually effective and sufficient for treatment.
A smaller proportion of patients have moderate-to-severe symptoms with some disruption of their activities and school performance. This group of patients may benefit from pharmacotherapy and behavioral treatment. Referral to a psychologist may be required.

A recognized association exists between the development of irritable bowel syndrome (functional abdominal pain) and prior severe gastrointestinal infection. One study has shown that the administration of lactobacillus rhamnosus GG (LGG) significantly reduced the frequency and severity of abdominal pain in children with irritable bowel syndrome.14

Consultations

Consider further evaluation and a referral to a pediatric gastroenterologist if findings from the patient's history, physical examination, or screening laboratory tests are suggestive of organic disease.

Diet

  • Dietary modification
    • Some patients with irritable bowel syndrome report exacerbation of their symptoms after ingestion of certain foods. Elimination of certain foods, such as sorbitol, fructose, and gas-forming legumes, achieves relief in some patients with irritable bowel syndrome, especially those with excess gas. Attempt lactose restriction in patients with documented lactose malabsorption.
    • Foods associated with increased flatulence include onions, beans, celery, carrots, prunes, bananas, raisins, brussel sprouts, wheat germ, and bagels.
  • Fiber supplements
    • A high-fiber diet or supplement is useful in patients with constipation-predominant irritable bowel syndrome. Several studies have demonstrated that fiber enhances water-retentive properties of stool, increases stool weight, and accelerates colonic transit.
    • In general, dietary fibers are less soluble and more effective as bulking agents, whereas synthetic fibers are more soluble and increase water retention.
    • The recommended daily intake of fiber (in grams) for children is estimated by adding 5 to their age in years.

Medication

Pharmacotherapy is recommended for patients with moderate-to-severe irritable bowel syndrome (IBS) symptoms that cause disruptions in activity. Treatment is symptomatic and is directed at the most predominant symptom (eg, dietary fiber supplementation and stool softeners for constipation, antidiarrheals for diarrhea, smooth muscle relaxants for pain). A better understanding of the pathophysiology of irritable bowel syndrome and the role of neurotransmitters and receptors involved in the GI sensory and motor functions have provided opportunities for the development of newer therapeutic agents. The role of serotonin in the pathophysiology of irritable bowel syndrome has drawn much attention, and agonists and antagonists at 5-hydroxytryptamine (5-HT) receptors have been approved for the treatment of subgroups of patients with irritable bowel syndrome.
Saps et al conducted a double-blind, placebo-controlled trial examining amitriptyline efficacy in treating children (n=83) with pain-predominant functional GI disorders (eg, irritable bowel syndrome, functional abdominal pain, functional dyspepsia).15 Participants were randomized to receive 4 weeks of either placebo or amitriptyline (weight <35 kg = 10 mg/d, weight >35 kg = 20 mg/d). The primary outcome, overall response to treatment (ie, child’s pain assessment and sense of improvement), indicated no difference between placebo and amitriptyline (57.5% improvement and 2.5% worsening with placebo compared with 63% improvement and 5% worsening with amitriptyline; P=0.63). Children with severe baseline pain in both groups had poorer response to treatment. Although placebo and amitriptyline both produced a therapeutic response of pain reduction, this study showed no significant difference between placebo and amitriptyline.

Antispasmodic and anticholinergic agents

These are the most frequently used medications (ie, hyoscyamine, dicyclomine) in the United States for the treatment of pain episodes in patients with irritable bowel syndrome. Results from adult studies on the efficacy of these medications have provided conflicting data. The meta-analysis of the use of smooth muscle relaxants (eg, cimetropium, otilonium bromide, pinaverium, mebeverine, trimebutine) by Poynard et al showed efficacy over placebo in irritable bowel syndrome.16 These drugs have calcium channel–blocking properties or antimuscarinic activities. No pediatric data are available with which to evaluate their efficacy or adverse effects.

Hyoscyamine (Levsin, Levbid)

Blocks action of acetylcholine at parasympathetic sites in smooth muscle, secretory glands, and CNS, which in turn has antispasmodic effects.
Adult
Levsin: 0.125-0.25 mg (1-2 tab) PO/SL q4h prn; not to exceed 12 tab per d
Levbid: 0.375-0.75 mg PO bid
Pediatric
<2 years: 0.125-mg/mL gtt; repeat q4h PO prn
The following is an approximate dosage guide:
2.3 kg (5 lb): 3 gtt; not to exceed 18 gtt per d
3.4 kg (7.5 lb): 4 gtt; not to exceed 24 gtt per d
5 kg (11 lb): 5 gtt; not to exceed 30 gtt per d
7 kg (15 lb): 6 gtt; not to exceed 36 gtt per d
10 kg (22 lb): 8 gtt; not to exceed 48 gtt per d
15 kg (33 lb): 11 gtt; not to exceed 66 gtt per d
2-12 years: Use 1.25-5 mL of elixir (0.03125-0.125 mg) PO q4h prn; not to exceed 30 mL/d
The following is an approximate dosage guide:
10 kg (22 lb): 1.25 mL
20 kg (44 lb): 2.5 mL
40 kg (88 lb): 3.75 mL
50 kg (110 lb): 5 mL
>12 years: Administer as in adults
Effects decrease when used concurrently with antacids; toxicity increases when used concurrently with phenothiazines, amantadine, haloperidol, MAOIs, or TCAs
Documented hypersensitivity; obstructive uropathy; narrow-angle glaucoma; myasthenia gravis; obstructive GI tract disease
Pregnancy
C - Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus
Precautions
Caution in elderly patients; some products contain sodium metabisulfite, which can cause allergic reactions

Dicyclomine (Bentyl)

Treats GI motility disturbances. Blocks action of acetylcholine at parasympathetic sites in secretory glands, smooth muscle, and CNS.
Reports show that administration of dicyclomine syrup in infants has been followed by serious respiratory symptoms, seizures, syncope, pulse rate fluctuations, and coma. Death has been reported.
Adult
20-40 mg PO qid; discontinue if not effective within 2 wk or if 80 mg qd is associated with adverse effects
Pediatric
<6 months: Contraindicated
>6 months to 2 years: 5-10 mg PO tid/qid 15 min ac; not to exceed 40 mg/d
>2 years to 12 years: 10 mg PO tid
>12 years: Administer as in adults
Effects decrease when used concurrently with antacids; coadministration with anticholinergic drugs (eg, antihistamines, TCAs) may increase toxicity
Documented hypersensitivity; obstructive uropathy; obstructive disease of GI tract; severe ulcerative colitis; toxic megacolon; reflux esophagitis; glaucoma; myasthenia gravis; infants <6 mo
Pregnancy
B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals
Precautions
May cause blurred vision or change in vision, severe constipation, urinary retention, and psychosis
Caution with hepatic or renal insufficiency, cardiovascular disease, urinary tract obstruction, ulcerative colitis, GI obstruction, hyperthyroidism, and hypertension

Antidiarrheal agents

These agents are used to treat diarrhea adjunctly with rehydration therapy to correct fluid and electrolyte depletion. They are usually helpful when diarrhea is the predominant symptom. Studies of the opiate agent loperamide show that it improves stool consistency, decreases stool frequency, and reduces abdominal pain. Cholestyramine acts by binding bile acids and can be helpful in some patients with irritable bowel syndrome. Alosetron and tegaserod are 5-HT4 receptor partial agonists that bind with high affinity at human 5-HT4 receptors. The activation of 5-HT4 receptors in the GI tract stimulates the peristaltic reflex and intestinal secretion and inhibits visceral sensitivity. In vivo studies showed that tegaserod enhanced basal motor activity and normalized impaired motility throughout the GI tract. In addition, studies demonstrated that tegaserod moderated visceral sensitivity during colorectal distension in animals.

Tegaserod was temporarily withdrawn from the US market in March 2007; however, as of July 27, 2007, restricted use of tegaserod is now permitted via a treatment IND protocol. The treatment IND allows tegaserod treatment of irritable bowel syndrome with constipation or chronic idiopathic constipation (CIC) in women younger than 55 years who meet specific guidelines. Its use is further restricted to those in critical need who have no known or preexisting heart disease.

Earlier this year, tegaserod marketing was suspended because of a meta-analysis of safety data pooled from 29 clinical trials that involved more than 18,000 patients. The results showed an excess number of serious cardiovascular adverse events, including angina, myocardial infarction, and stroke, in those taking tegaserod compared with placebo. In each study, patients were assigned at random to either tegaserod or placebo. Tegaserod was taken by 11,614 patients, and placebo was taken by 7,031 patients. The average age of patients in these studies was 43 years, and most patients (ie, 88%) were women. Serious and life-threatening cardiovascular adverse effects occurred in 13 patients (0.1%) treated with tegaserod; among these, 4 patients had a heart attack (1 died), 6 had unstable angina, and 3 had a stroke. Among the patients taking placebo, only 1 (0.01%) had symptoms suggesting the beginning of a stroke that went away without complication.

For more information, see the FDA MedWatch Product Safety Alert.

Loperamide (Imodium)

Synthetic opioid; does not have central nervous action in therapeutic doses. Acts by slowing intestinal motility and enhancing water and electrolyte absorption. Reduces diarrhea and pain in patients with diarrhea-predominant IBS.
Adult
2-12 mg/d PO divided bid/tid; necessary doses differ greatly between individuals
Pediatric
<2 years: Not recommended
>2 years: 0.08-0.24 mg/kg/d PO divided bid/tid; not to exceed 2 mg/dose
Phenothiazines, TCAs, and CNS depressants may increase toxicity
Documented hypersensitivity; diarrhea resulting from infections; pseudomembranous colitis
Pregnancy
B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals
Precautions
Caution in severe ulcerative colitis or antibiotic-induced pseudomembranous colitis; monitor for CNS toxicity in patients with hepatic insufficiency because of decreased clearance

Cholestyramine (Prevalite, Questran)

Binds endogenous bile acids and can improve diarrhea in patients with unexplained diarrhea or idiopathic bile acid malabsorption.
Adult
3-4 g PO bid/qid mixed with fluid or food
Pediatric
240 mg/kg/d PO divided tid ac as slurry in water, juice, or milk
Inhibits absorption of numerous drugs including warfarin, thyroid hormone, amiodarone, NSAIDs, methotrexate, digitalis glycosides, glipizide, phenytoin, imipramine, niacin, methyldopa, tetracyclines, clofibrate, hydrocortisone, and penicillin G
Documented hypersensitivity; complete biliary obstruction
Pregnancy
C - Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus
Precautions
Caution in constipation and phenylketonuria

Alosetron (Lotronex)

Potent and selective antagonist of serotonin 5-HT3 receptor type. 5-HT3 receptors are extensively located on enteric neurons of GI tract, and stimulation causes hypersensitivity and hyperactivity of intestine. Alosetron blocks these receptors and, thus, is effective in controlling IBS symptoms.
Only approved for treatment in women with severe, chronic, diarrhea-predominant IBS that has failed to respond to conventional IBS therapy. Less than 5% of IBS is considered severe, and only a fraction of severe cases are diarrhea-predominant IBS. Limiting use to this severely affected population is intended to maximize the benefit-to-risk ratio. Previously removed from US market but reintroduced with new restrictions approved by FDA on June 7, 2002. Restricted because serious and unpredictable GI adverse events (some of which resulted in death) were reported in association with its use following original approval in February 2000.
Adult
Women: 0.5 mg PO bid for 4 wk initially; may increase to 1 mg PO bid if qd dose inadequate for controlling symptoms; discontinue if inadequate response to 1 mg bid after 4 wk
Men: Not established
Pediatric
Not established
Substrate of CYP450 isoenzymes 2C9, 3A4 (minor), and 1A2 (minor); coadministration with isoenzyme inhibitors (eg, cimetidine, fluvoxamine, fluoxetine, sertraline, metronidazole, omeprazole, co-trimoxazole) may decrease elimination and increase risk of toxicity; coadministration with isoenzyme inducers (eg, phenobarbital, fluconazole, carbamazepine, phenytoin) may increase clearance
Documented hypersensitivity; history of constipation, intestinal obstruction, stricture, toxic megacolon, GI perforation, adhesions, ischemic colitis, impaired intestinal circulation, thrombophlebitis, hypercoagulable state, Crohn disease, ulcerative colitis, or diverticulitis
Pregnancy
B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals
Precautions
Discontinue immediately if serious GI adverse events occur (eg, ischemic colitis, serious complications of constipation); these adverse effects have resulted in hospitalization, blood transfusion, surgery, and death
Constipation is a dose-related adverse effect; elderly patients are more prone to GI risks; caution in hepatic insufficiency (decrease dose); pharmacists may only dispense prescriptions that display a prescribing program sticker affixed by an enrolled physician, and they must distribute a copy of the FDA-approved medication guide with each prescription; to enroll in the prescribing program call GlaxoSmithKline at 1-888-825-5249 or visit www.lotronex.com

Tegaserod hydrogen maleate (Zelnorm)

As of April 2008, no longer available in US. Previously available in US by restricted treatment IND for irritable bowel syndrome with constipation (IBS-C) or chronic idiopathic constipation (CIC) in women younger than 55 years who meet specific guidelines. Indicated for the short-term treatment of women with irritable bowel syndrome in which constipation is the predominant symptom. Serotonin type 4 receptor partial agonist with no affinity for 5-HT3 receptors. May trigger peristaltic reflex via 5-HT4 activation, which enhances basal motor activity and normalizes impaired GI motility. Research studies have shown inhibitory activity of drug on visceral activity in GI tract.
Adult
Women: 6 mg PO bid 30 min ac for 4-6 wk; in patients who respond to treatment, an additional 4-6 wk of therapy may be considered
Men: Not established
Pediatric
Not established
None reported
Documented hypersensitivity; severe renal impairment; moderate or severe renal impairment; history of bowel obstruction, symptomatic gallbladder disease, suspected sphincter of Oddi dysfunction, or abdominal adhesions
Pregnancy
B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals
Precautions
Diarrhea may occur; do not give to patients with diarrhea; discontinue if new or sudden worsening of abdominal pain or diarrhea occurs; ischemic colitis and other forms of intestinal ischemia have been rarely reported (causality has not been established); discontinue immediately if symptoms of ischemic colitis (eg, rectal bleeding, bloody diarrhea, new or worsening abdominal pain) occur and evaluate immediately; do not resume treatment if findings consistent with ischemic colitis

Antidepressant drugs

Numerous studies have shown that TCAs (ie, imipramine, amitriptyline) can be useful in the treatment of irritable bowel syndrome in some patients. In addition to their antidepressant effects, TCAs have neuromodulatory and analgesic properties, which can be achieved at lower doses than those required for treatment of depression. Because of their inhibitory effect on gut motor function, TCAs may benefit patients with irritable bowel syndrome with predominant diarrhea or pain. TCAs particularly benefit patients with irritable bowel syndrome who have well-defined depression or panic attacks.

Amitriptyline (Elavil)

Inhibits reuptake of serotonin and/or norepinephrine at presynaptic neuronal membrane, which increases concentration in CNS.
Adult
10-50 mg/d PO qhs; administered at lower doses than required for depression
Pediatric
0.2-0.4 mg/kg/d PO qhs
Phenobarbital may decrease effects; coadministration with CYP2D6 enzyme system inhibitors (eg, cimetidine, quinidine) may increase levels; inhibits hypotensive effects of guanethidine; may interact with thyroid medications, alcohol, CNS depressants, barbiturates, and disulfiram
Documented hypersensitivity; MAOIs within 14 d; history of seizures, cardiac arrhythmias, glaucoma, or urinary retention
Pregnancy
D - Fetal risk shown in humans; use only if benefits outweigh risk to fetus
Precautions
Cardiovascular disease; seizure disorder; urinary retention; adverse effects include sedation, urinary retention, constipation, dry mouth, dizziness, and arrhythmias; monitor ECG and BP at start of therapy and with dose changes

Imipramine (Tofranil)

Inhibits reuptake of norepinephrine or serotonin (5-HT) at presynaptic neuron.
Adult
10-50 mg/d PO qhs; administered at lower doses than required for depression
Pediatric
0.2-0.4 mg/kg/d PO qhs
Increases toxicity of sympathomimetic agents such as isoproterenol and epinephrine by potentiating effects and inhibiting antihypertensive effects of clonidine
Documented hypersensitivity; narrow-angle glaucoma; in acute recovery phase following myocardial infarction; MAOIs within 14 d
Pregnancy
D - Fetal risk shown in humans; use only if benefits outweigh risk to fetus
Precautions
May impair mental or physical abilities required for performance of potentially hazardous tasks; caution in cardiovascular disease, conduction disturbances, seizure disorders, urinary retention, hyperthyroidism, or concurrent thyroid replacement therapy
Monitor ECG and BP at start of therapy and with dose changes

Laxatives and stool softeners

These agents can be useful in patients with constipation-predominant irritable bowel syndrome. Osmotic laxatives (eg, magnesium hydroxide, lactulose, sorbitol) or stool lubricants (eg, mineral oil) are usually required for long-term therapy for children with moderate-to-severe constipation. Long-term studies have shown that these medications are safe and equally effective. Stimulant laxatives may be necessary intermittently and for short periods, but avoid prolonged use.

Mineral oil (Milkinol)

An emollient laxative that does not appear to have any pharmacologic action on the GI tract. Acts by lubrication. When taken for 2-3 d, penetrates and softens stool and may interfere with absorption of water. Generally is well tolerated and without major adverse effects. Onset of action is approximately 6-8 h. Indigestible; limited absorption.
Adult
15-45 mL PO qd or divided tid
60-150 mL PR as single dose
Pediatric
5-20 mL PO qd or divided tid
For chronic functional constipation: Up to 1.5-5 mL/kg/d
For disimpaction: Up to 30 mL per y of age bid; not to exceed 240 mL/d
30-60 mL PR as single dose
Follow-up
Prognosis
Irritable bowel syndrome (IBS) is a chronic disorder that cannot be cured and usually persists in a waxing and waning fashion. Many children and adolescents who are diagnosed with irritable bowel syndrome continue to experience symptoms into adulthood, and many adult patients with irritable bowel syndrome trace their symptoms to childhood. The intensity of pain for a particular patient may vary with time, but the nature of symptoms usually remains unchanged.
The quality of life for many patients with irritable bowel syndrome can be enhanced with ongoing education, reassurance, psychosocial support, and appropriate pharmacotherapy when indicated.
Patient Education
Educate patients and their families about the pathophysiology, diagnosis, and treatment of irritable bowel syndrome symptoms. Patients who were given detailed discussions about their diagnosis and treatment were found to have reduced symptom intensity and fewer return visits to physicians.
For excellent patient education resources, visit eMedicine's Esophagus, Stomach, and Intestine Center. Also, see eMedicine's patient education article, Irritable Bowel Syndrome.